Dua puluh tahun lalu bulan ini di Moskow (pada 3 dan 4 Oktober), "Gedung Putih" (panggilan terhadap gedung Parlemen Rusia) dibombardir dan ratusan orang terbunuh. Ini merupakan perang saudara antara Presiden Yeltsin dan Parlemen (Dewan Pekerja (Soviet) Tertinggi Federasi Rusia). Hari ini para pejabat Rusia lebih memilih untuk melupakan peristiwa-peristiwa itu, bukan hanya karena betapa berdarah-darahnya peristiwa itu namun juga karena apa yang terjadi di tahun 1993 silam mempertanyakan legitimasi sistem Rusia saat ini.
Media-media Barat juga berkelakuan serupa. Mereka lebih memilih melupakannya atau setidaknya tidak menyorotinya, karena peristiwa-peristiwa Oktober 1993 di Moskow tidak cocok dengan mitos mengenai "reformasi damai dan demokratis di Eropa Timur". Keironisan dari situasi ini adalah bahkan beberapa "pahlawan" yang mempertahankan Parlemen di hari-hari tersebut lebih memilih untuk tidak diungkit perannya -- karena dapat membahayakan karier yang mereka rintis untuk diri sendiri dalam aparatus birokrasi Rusia saat ini.
Hanya kaum Marxis yang bisa menjelaskan dan menganalisis apa yang telah terjadi di hari-hari itu tanpa sedikitpun merasa malu dan inilah yang akan kita lakukan. Saya tidak berencana untuk menjelaskan watak konfrontasi antara Parlemen dan Presiden Yeltsin. Ini sudah dikerjakan oleh Ted Grant melalui karya briliannya, "Rusia: Dari Revolusi ke Kontra-Revolusi". Apa yang akan saya coba lakukan adalah menunjukkan peran yang dimainkan massa di hari-hari dramatis itu.
Jalan Menuju Oktober
Konflik antara Yeltsin dan Parlemen merupakan suatu konflik antara dua sayap birokrasi Rusia yang telah muncul menang selama peristiwa-peristiwa Agustus 1991. Kedua pimpinan utama Parlemen – Ketua Parlemen Ruslan Khasbulatov dan wakil presiden Alexsander Rutskoy – pada awalnya berdiri di belakang Yeltsin di luar gedung Parlemen ("Gedung Putih"). Namun begitu mereka meraih kekuasaan, para bekas "sekutu" ini berada dalam kubu yang saling berlawanan. Privatisasi yang kacau dan tidak terencana, beriringan dengan "reforma-reforma" pro-kapitalis lainnya selama beberapa bulan telah meluluhlantakkan ekonomi Rusia. Selama 1992 oposisi yang tumbuh menentang kebijakan-kebijakan Yeltsin datang dari kalangan birokrat yang khawatir mengenai kondisi industri Rusia, dan juga dari para pemimpin-pemimpin daerah yang menginginkan kemerdekaan dari Moskow. Para pemimpin republik-republik kaya minyak seperti Tatarstan dan Bashkiria bahkan menyerukan kemerdekaan sepenuhnya dari Rusia. Banyak tuntutan tersebut menemukan perwakilan-perwakilannya di Parlemen.
Bagaimanapun juga, permasalahan-permasalahan yang dihadapi kaum birokrasi tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan penderitaan rakyat jelata Rusia. Penghapusan kontrol harga berakibat meroketnya harga-harga hingga 300-350 persen di beberapa daerah. Dalam sekali sentak, rakyat juga kehilangan tabungan-tabungan mereka di bank. Bagi banyak kaum pensiunan, hal demikian adalah malapetaka mutlak yang terburuk dalam hidup mereka. Produksi industri pada Agustus 1993 merosot 41,3% dibandingkan dengan Januari 1990. Ini merupakan kemerosotan terdalam di ekonomi nasional selama kondisi-kondisi masa damai dan "reforma-reforma" kapitalis merupakan biang keladinya. Puluhan ribu pekerja di provinsi-provinsi kehilangan pekerjaannya. Banyak yang kelaparan dan hanya segelintir yang bertahan hidup. Kita bisa bandingkan dampak reforma-reforma ekonomi kapitalis di Rusia ini dengan beberapa tindakan Stalin pada 1930an. Namun setidaknya ekonomi di bawah rezim Stalin pada akhirnya didorong maju. Sedangkan "reforma-reforma" kapitalis hanya “menciptakan para pemilik" menurut komentar seorang warga Rusia.
Massa Rusia bingung dan tak terorganisir. Meskipun demikian beberapa di antaranya mencoba melawan balik. Pemogokan-pemogokan sporadis terjadi di beberapa wilayah Rusia namun para pekerja tidak memiliki sasaran-sasaran ekonomi dan politik yang jelas. Mereka sekedar memprotes kondisi kehidupan baru mereka yang buruk. Sistem serikat buruh Soviet lama ambruk dan bos-bos serikat mencari jalan bagaimana agar bisa bekerja sama dengan rezim.
Partai Komunis Uni Soviet yang lama telah dibubarkan pada Agustus 1991 di bawah perintah Yeltsin dan tanpa perlawanan sama sekali. Kelas pekerja tidak memiliki perwakilan dalam Parlemen yang baru. Namun kita tahu bahwa bila kelas pekerja dihadang di front parlementer maka mereka akan mencari jalan-jalan perjuangan lainnya. Periode 1992-1993 merupakan suatu periode di mana partai-partai Stalinis baru bermunculan. Mereka menyerukan kembali ke hari-hari agung "Pemimpin Besar Stalin" serta menuntut restorasi Uni Soviet menurut perbatasan-perbatasan 1991. Pemikiran demikian membawa mereka ke dalam suatu aliansi erat dengan kelompok-kelompok nasionalis. Kelompok-kelompok demikian awalnya mendukung Yeltsin sebagai "juru selamat" Rusia dari "komunisme Yahudi", namun di kemudian hari mereka kecewa dengannya. Mereka juga tidak memiliki program ekonomi yang jelas bagi kelas buruh --paling baik yang bisa mereka janjikan adalah segala sesuatu akan kembali ke "hari-hari baik Soviet yang silam". Bagi banyak orang yang hidup dalam kondisi melarat mimpi buruk kapitalis pada 1992-1993, ini sudah tak tertanggungkan. Aliansi kaum "Komunis" dengan para nasionalis dan anti-Yahudi, telah mengalienasi banyak pemuda, buruh, dan intelektual. Namun banyak juga buruh yang bergerak ke partai-partai ini karena mereka tidak mampu menemukan alternatif. Partai yang paling kuat adalah "Trudovaia Rossia" (Buruh-buruh Rusia). Organisasi pimpinan Victor Anpilov, seorang jurnalis yang bekerja di Nikaragua dan Kuba pada 1992, ini berkembang menjadi sebuah partai massa dan mencapai puncaknya dengan memperoleh ribuan anggota.
Periode 1992-1993 merupakan suatu periode penuh demonstrasi massa dan aksi protes di Moskow. Apalagi ada bentrokan keras dan berdarah pada peringatan May Day di tahun 1993 saat polisi Moskow bentrok dengan 100.000 demonstran. Hari itu seorang polisi dan tiga demonstran terbunuh. Namun ini hanyalah sekedar gladiresik atas apa yang terjadi kemudian.
Permulaan Serangan Balasan
Pada 21 September 1993, Yeltsin memutuskan bahwa sudah saatnya mengakhiri konflik lamanya dengan para musuhnya di Parlemen. Dia membubarkan Soviet Tertinggi dan mengambil alih kekuasaan ke tangannya sendiri, serta menjalankan negara dengan dekrit presiden nomor 1400. Secara formal, menurut konstitusi Rusia saat itu, hal demikian sepenuhnya ilegal. Menurut konstitusi, dengan pembubaran Parlemen, Yeltsin harus turun dari jabatannya dan pemilihan umum (pemilu) harus digelar dalam kurun waktu tiga bulan. Hal ini merupakan suatu langkah menuju pendirian rezim Bonapartis di Rusia. Pengadilan Konstitusional Rusia menyatakan bahwa tindakan Yeltsin sepenuhnya ilegal. Hari yang bersamaan, beberapa sukarelawan tiba di Gedung Putih dan mendirikan barikade-barikade simbolis. Beberapa di antara mereka datang "untuk mempertahankan konstitusi". Sementara yang lainnya tidak memiliki simpati sedikitpun terhadap Parlemen, namun menunjukkan oposisi terhadap rezim Yeltsin. Mayoritas buruh Rusia sebenarnya mengabaikan peristiwa-peristiwa ini. Mereka tidak punya kepentingan untuk melindungi Parlemen yang tidak pernah memiliki kepedulian terhadap kebutuhan para buruh. Victor Anipilov menulis di memoarnya: "Menjawab seruan kami untuk menyatakan pemogokan, untuk datang dan mendukung Soviet Tertinggi, para buruh ZIL (suatu pabrik mobil di Moskow) menanggapi dengan sinis: "Yeltsin, Gaidar Rutzkoy, Khasbulatov? Apa bedanya? Mereka sama-sama berebut kekuasaan dan kita yang harus kehilangan nyawa demi mereka?"
Pada 23 September Gedung Putih dikepung oleh barisan polisi. Aliran air dan listrik diputus. Tujuan tindakan-tindakan ini adalah untuk mengusir para Anggota Parlemen dan para pendukungnya dari dalam gedung. Wakil Presiden, Rutzkoy, atas inisiatifnya sendiri, memanggil para anggota Kesatuan Nasional Rusia (RNE) yang merupakan kaum Nazi Rusia untuk mempertahankan Gedung Putih. Ini merupakan hadiah sempurna bagi propaganda pemerintah yang menggunakan ini untuk menggambarkan bahwa semua pihak yang membela Parlemen adalah bagian dari konspirasi Komunis-Fasis. Mengenai ini, salah seorang pendukung Komunis menulis dalam memoarnya:
"Mari kita bicara tentang orang-orang Barkashov (RNE). Kita semua memandang mereka dengan putus asa. Ya, mereka adalah unit-unit yang paling berpengalaman dan terlatih, di luar Cossacks. Namun mereka adalah kaum fasis. Siapa di antara kita yang bisa membayangkan bahwa kita akan bersama mereka. Mereka ada di sini -- dan ini memungkinkan untuk menyatakan bahwa kami semua fasis. Jangan-jangan mereka memang di sini untuk hal ini?"
Pada 3 Oktober di sekitar Gedung Putih terdapat 200 fasis bersama dengan nasionalis-nasionalis lainnya, namun mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan keberadaan 300.000 demonstran. Selanjutnya para anggota organisasi pemuda Komunis, anarkis, kiri, dan Marxis bergerak menuju Gedung Parlemen. Mereka bentrok dengan kaum fasis dan mendistribusikan selebaran-selebaran propaganda. Kaum anarkis dan kelompok-kelompok lainnya mengorganisir "batalion medis Victor Serge" yang membantu merawat korban luka-luka.
Atmosfer secara umum berubah dan mendukung pertahanan terhadap Parlemen, Massa tidak punya ilusi terhadap demokrasi parlementer namun mereka tidak mengingini prospek kediktatoran Yeltsin. Pada 28 September kita menyaksikan bentrokan berdarah antara polisi khusus (OMON) dan 10.000 demonstran yang ingin membantu mereka-mereka yang mempertahankan gedung parlemen. Kekerasan polisi memicu kemarahan publik. Ini menjadi faktor penting selama dua hari berikutnya. Pemerintah memerintahkan pengiriman pasukan bantuan kepolisian dari provinsi-provinsi ke Moskow. Para aparat polisi OMON tersebut menerima instruksi-instruksi yang berbunyi "beri pelajaran pada orang-orang Muscovites (warga Moskow) yang pongah itu." Dengan kebrutalan yang mengagetkan mereka menyerang orang-orang di semua tempat --beberapa korban bahkan tidak memiliki hubungan apa-apa dengan parlemen maupun dengan perlawanan. Terdapat pula kasus di mana kaum pensiunan dipukuli sampai mati! Represi terhadap warga Moskow ini sama dengan yang dilakukan polisi Prancis pada kaum mahasiswa di tahun 1968 dan memiliki dampak yang sama: memicu aksi protes massa. Pada 30 September, barikade-barikade pertama didirikan.
Apa yang dilakukan oleh para "pimpinan" Parlemen? Mereka malah mencari kompromi dengan pemerintah dan sampai momen paling akhir mereka berharap mencapai kesepakatan. Negosiasi-negosiasi dengan Patriark Gereja Ortodoks Rusia sebagai mediator berlangsung sampai 2 Oktober. Hingga saat itu lusinan orang telah dibunuh dan ratusan menderita luka-luka.
Pemberontakan
Pada 2 Oktober, di alun-alun Smolensk, unit-unit khusus polisi melepaskan tembakan pada demonstrasi damai. Sebanyak 80 orang terbunuh atau terluka saat itu. Namun hari berikutnya, 3 Oktober, merupakan hari pembalasan. Lebih dari 50 ribu orang tiba di Taman Gorky pada jam 2 siang untuk mendukung para pembela Parlemen. Terdapat banyak nasionalis, namun mayoritasnya merupakan para buruh, pemuda, dan pensiunan, yang meneriakkan slogan-slogan komunis dan kiri. Agar tahu orang-orang macam apa yang ada di sana, berikut merupakan dialog singkat yang dilaporkan dari demonstrasi:
Jurnalis: Hai, semuanya. Saya dari ITAR-TASS (Kantor Berita Rusia)
Orang-orang: Hai! Tapi engkau nanti harus menulis kebenaran mengenai apa yang terjadi di sini.
Jurnalis: Itu sudah pekerjaanku! Siapa kalian? Mereka bilang cuma ada kaum lumpen di sini!
(Tawa)
Orang-orang: "Aku seorang insinyur. Dan aku mahasiswa! Aku seorang pekerja! Aku teknisi! Aku pelajar! Aku insinyur! Aku ilmuwan! Aku buruh! Ya...cuma lumpen dan kaum gelandangan!
Viktor Anpilov menulis dalam memoarnya bahwa slogan-slogannya antara lain: "Konstitusi! Penjarakan Yeltsin! Rutzkoy Presiden! Uni Soviet! Lenin! Tanah air! Sosialisme." Terdapat beberapa bendera nasionalis namun mayoritas merupakan bendera merah."
Rakyat paham bahwa pembantaian terjadi sebelumnya dan hal ini membangkitkan angkara massa. Secara spontan mereka memutuskan bergerak ke Soviet Tertinggi. Jembatan Krimsky menjadi saksi bahwa barisan polisi dan tentara menunggu kedatangan kaum demonstran namun mereka tidak menyangka sama sekali adanya gerakan massa sebesar itu sehingga garis pertahanan polisi akhirnya digilas. Beberapa polisi bahkan mencoba kabur dan menanggalkan perisai-perisai dan helm-helm bahkan meninggalkan kendaraan-kendaraannya. Beberapa di antaranya malah memohon ampun dan sebagian bahkan bergabung dengan rakyat. Penting untuk diingat bahwa massa memperlakukan musuh-musuh mereka dengan sangat manusiawi.
Kaum demonstran terus bergerak menuju parlemen namun beberapa pendukung Yeltsin melepaskan tembakan dari gedung pemerintahan Moskow terdekat. Setelah serangan ini kaum demonstran seketika menyerbu gedung tersebut dan menahan para polisi, orang-orang bersenjata, dan merebut persenjataan dan peralatan mereka. Bendera Yeltsin, bendera tentara putih dan kolaborator Nazi, ditarik turun dan diganti dengan bendera merah. Selama beberapa menit barisan massa telah sampai di Gedung Putih dan disambut oleh mereka yang mempertahankan gedung Parlemen.
Saat itu adalah momen krusial. Yeltsin dan para pendukungnya sepenuhnya terdemoralisasi. Militer terombang-ambing. Beberapa unit kecil tiba di Parlemen dan bergabung dengan mereka yang mempertahankannya. Beberapa pimpinan lokal juga menyatakan dukungan mereka terhadap Parlemen. Wakil Perdana Menteri Yeltsin, Igor Gaidar, seorang pria yang dibenci oleh mayoritas rakyat Rusia karena "reforma-reforma"nya kemudian menyerukan "para pendukung demokrasi" untuk turun ke jalan dan membela Presiden di jalanan. Namun borjuasi Moskow tidak punya cukup keberanian untuk berhadapan dengan perlawanan massa. Hanya beberapa ratus orang dari kelas menengah dan "pemuda perlente" yang muncul di Tverskaia -- "untuk membela Presiden dan demokrasi".
Masalahnya ada pada kepemimpinan. Para pimpinan Parlemen – Rutzkoy dan Khasbulatov – tidaklah menginginkan revolusi politik. Mereka ingin kekuasaan untuk diri mereka atau suatu kompromi dengan Yeltsin. Mereka bahkan menolak mempersenjatai massa – meskipun di Gedung Putih ada sekitar 5.000 senapan AK.
Kaum Stalinis, bahkan yang paling militan di antara mereka pun, tidak siap untuk memimpin gerakan massa dan menunjukkan diri mereka sebagai "para pembela Uni Soviet" dan menganggap bahwa menggantikan Yeltsin yang jahat dengan Rutzkoy yang baik akan secara otomatis akan mengembalikan Federasi Republik Soviet Sosialis (Union of Soviet Socialist Republics/USSR). Tidak ada kepemimpinan revolusioner sama sekali. Massa bertindak secara spontan dan ini sudah cukup untuk memulai gerakan namun tidak cukup untuk meraih kemenangan akhir. Para pimpinan terdorong oleh massa dan jadi berani karena massa, namun para pimpinan itu juga tidak punya gagasan bagaimana memimpin massa meraih kemenangan. Stalinisme tidak pernah melatih mereka bagaimana cara melakukannya. Semua yang pernah diajarkan pada mereka adalah bagaimana membuat koalisi-koalisi dengan birokrat dan kaum nasionalis "progresif". Pada akhirnya, posisi militer jadi krusial. Banyak perwira dan prajurit biasa yang tidak bersimpati pada Yeltsin, namun para pendukung Parlemen tidak mengirim satupun agitator ke barak-barak dan hanya beragitasi pada militer yang sudah dekat dengan mereka. Rutzkoy, seorang mantan jenderal, menyerukan kepada mantan-mantan koleganya. Namun banyak jenderal terlibat secara mendalam di rezim Yeltsin dan mereka jelas tidak menginginkan perubahan apapun. Mereka menjanjikan bantuan pada Soviet Tertinggi, namun pada momen terakhir mereka malah menyeberang ke pihak Yeltsin. Terdapat juga peran yang dimainkan oleh polisi khusus dan unit-unit khusus Kementerian Dalam Negeri – yaitu pembunuh profesional bayaran – yang sebenarnya tidak sebanding kekuatannya dengan militer namun mereka siap dan dengan senang hati menembaki rakyat yang tidak bersenjata.
Pada malam 3 Oktober, dengan menggunakan kendaraan-kendaraan dan bus, rakyat bergerak ke pusat TC Ostankino. Mereka tidak pergi ke sana dengan niatan mengambil alih gedung namun sekedar menuntut agar para pejabat TV memberi mereka kesempatan untuk menyatakan pendapat-pendapat mereka. Gedung itu dijaga oleh unit polisi khusus, "Vimpel". Awalnya Vimpel hanya menempatkan 20-30 orang di Pusat TV Ostankino, namun massa kehilangan waktu akibat berunding dengan mereka (sekali lagi ini menunjukkan watak damai kaum demonstran) dan polisi menggunakan waktu ini untuk mendatangkan pasukan-pasukan bala bantuan, termasuk tentara-tentara profesional.
Malam jam 7, para polisi "Vimpel" menembaki orang-orang di bawah. Di antara kerumunan orang terdapat segelintir orang dari apa yang disebut sebagai "Serikat Perwira" (suatu organisasi nasionalis dari mantan para perwira Militer Soviet) yang membawa senapan Kalashnikov dan mereka membalas tembakan polisi. Lainnya – kaum demonstran, warga negara biasa, jurnalis, anak-anak – mencoba melarikan diri namun diserang oleh panser-panser dari belakang. Orang-orang ini tidak bisa melawan senapan mesin berat 14.5 mm. Jumlah mereka yang terbunuh dan terluka melonjak drastis setiap menitnya. Posisi khusus juga menembaki para pekerja medis dan ambulans-ambulans yang mencoba mengevakuasi orang-orang yang terluka. Dua jurnalis luar negeri dari TV Prancis -- Peck Roi dan Danken Terry Mickel -- juga ditembak. Penembakan di sekitar gedung Ostankino berlangsung sepanjang malam.
Di saat yang bersamaan di Leningrad (kini dikenal sebagai Petersburg) ratusan mahasiswa bergerak menuju stasiun TV setempat untuk menyatakan solidaritas dengan Soviet Tertinggi. Walikota pro-Yeltsin, Anatoly Sobchak, mengerahkan ratusan polisi dan tentara Kementerian Dalam Negeri untuk menjaga gedung. Di provinsi-provinsi sekitar Moskow, aktivis-aktivis Komunis militan melucuti polisi dan merebut kekuasaan di beberapa kota kecil. Mereka mempertahankan posisi ini selama beberapa hari bahkan setelah Soviet Tertinggi telah jatuh.
Dini hari 4 Oktober Yeltsin akhirnya membuat kesepakatan dengan beberapa jenderal dan mendapatkan persetujuan untuk mengirim beberapa unit ke kota. Sekitar jam 5 dan jam 6 di pagi hari, unit-unit tersebut tiba di Gedung Putih. Rakyat yang mempertahankan Gedung Putih dan berdiri di atas barikade-barikade saat itu yakin sepenuhnya bahwa unit-unit tersebut datang menjawab panggilan Rutzkoy sehingga mereka menyambut pasukan tersebut pada awalnya. Namun hanya dalam hitungan detik mereka menyadari kesalahan mereka. Tank-tank dan kendaraan-kendaraan pengangkut lapis baja melepaskan tembakan pada rakyat tanpa peringatan sebelumnya sama sekali. Mereka yang selamat dari serangan pertama melarikan diri kembali ke dalam gedung Parlemen. Ratusan orang, termasuk perempuan dan anak-anak bergegas ke dalam gedung. Dalam hitungan jam, tank-tank telah sampai di depan gedung dan mulai membombardir Parlemen.
Seluruh dunia bisa menyaksikan peristiwa ini melalui CNN TV. Mereka dijejali dengan laporan dan tayangan mengenai kejayaan "demokrasi Rusia yang baru"! Ratusan borjuis Moskow berdiri di tepi sungai Moskow untuk menonton pengeboman gedung Parlemen. Di malam-malam sebelumnya, kaum borjuis ini juga yang terkenal karena kepengecutannya. Sekarang setelah tahu mereka dilindungi oleh tank-tank, mereka mulai berani melecehkan dan memukuli para tawanan yang ditangkap. Mereka berteriak-teriak "Komunis, waktumu sudah habis!" Sebagaimana yang bisa kita lihat, gerombolan borjuis tidak pernah berubah semenjak Prancis abad 19. Ironi situasi ini adalah beberapa tentara yang bergegas menggilas gerakan yang mempertahankan Parlemen bahkan juga memukuli beberapa borjuis yang menyoraki mereka dan beberapa di antaranya juga ditembak oleh pasukan pemerintah. Namun sekali lagi, ini merupakan hal tipikal dari situasi demikian, yang sama dengan Brumaire Louis Bonaparte XVIII.
Pukul 3.13 sore Parlemen menyerah. Ratusan tawanan, termasuk para anggota parlemen dimasukkan ke dalam bus dan dibawa ke penjara. Rutzkoy memohon ampun dan menunjukkan pistolnya yang penuh minyak, yang artinya belum digunakannya sama sekali. Namun permohonannya tidak membuatnya lolos dari cemoohan. Beberapa komandan Yeltsin mempermalukannya dan mengolok bahwa "jenderal sejati" tidak akan berakhir di penjara tiga kali. (Rutzkoy, mantan pilot militer dua kali ditangkap dan dipenjara oleh mujahidin Afghanistan). Bagaimanapun juga beberapa pembela Gedung Putih berhasil lolos melalui komunikasi-komunikasi Bawah Tanah.
Moskow kini di bawah kekuasaan teror putih. Kota diduduki oleh militer dan unit-unit polisi khusus. Hari sebelumnya Yeltsin memberlakukan darurat militer di wilayah Moskow. Beberapa kejadian mengerikan terjadi dalam dan di sekitar Gedung Parlemen. Militer dan polisi memburu para pendukung Soviet dan dalam banyak kasus menembak mereka di tempat. Tahun 1995 Komisi Duma Rusia yang membahas peristiwa ini menunjukkan bahwa di basement atau lantai bawah tanah Gedung Putih terjadi eksekusi massal. Militer menembak semua orang, baik yang sehat maupun cedera, termasuk kaum perempuan dan remaja. Kasus-kasus perampokan dan perkosaan juga terbukti dikonfirmasi. Ini bukan Chile di tahun 1973; ini adalah Moskow tahun 1993! Mayoritas korban merupakan buruh muda berusia antar 16 hingga 25 tahun.
Menurut informasi resmi, selama hari-hari itu sebanyak 149 orang tewas. Jumlah ini jelas pengecilan yang sangat kasar dan sama sekali tidak mendekati angka sebenarnya. Pada 7 Oktober, bahkan "Radio Liberty" yang pro-Amerika melaporkan bahwa sebanyak 1012 orang tewas terbunuh dan banyak kemudian yang mati di rumah sakit. "Voice America" melaporkan bahwa banyak mayat orang yang mempertahankan Gedung parlemen dikremasi malam itu juga tanpa pencatatan sama sekali. Hingga kini tak ada seorangpun yang tahu jumlah korban yang sebenarnya. Beberapa memperkirakan setidaknya mendekati 2.000 orang.
Setelah Perlawanan
Dalam beberapa hari berikutnya setelah perlawanan digilas, semua pimpinan Soviet, Komunis, dan Nasionalis dijebloskan ke dalam penjara serta pers oposisi diberangus. Pers sayap kanan dan kaum "intelektual" berteriak-teriak dengan histeris "Hancurkan para kadal" (Razdavit gadinu) dan menyerukan pendirian suatu rezim teror. Namun posisi Yeltsin ternyata tidak sekuat yang dibayangkan. Konflik dalam birokrasi belum terpecahkan bahkan setelah kemenangan faksi Yeltsin. Terdapat elemen penting yang mana militer tetap terpecah. Beberapa lapisan massa sangat dikagetkan dengan peristiwa ini, bahkan sebagian marah dan menganggap Yeltsin sebagai pemimpin kudeta. Mereka menampakkan dengan jelas pandangan-pandangan mereka dalam pemilihan umum terhadap parlemen Yeltsin yang baru – yakni Duma. KPRF (Partai Komunis Federasi Rusia), partai yang dipimpin Gennady Zyuganov meraih mayoritas. (Zyuganov sendiri tidak ditangkap pada 4 Oktober karena dia berhasil kabur dari gedung Parlemen sebelum gedung itu dibom).
Dihadapkan dengan situasi ini, Yeltsin tidak punya pilihan lain kecuali mengumumkan amnesti bagi semua tahanan politik. Dia kini semakin bergantung pada jenderal militer dan ini yang kemudian mendorongnya melakukan petualangan Chechen. Bagi banyak unit khusus, peristiwa-peristiwa Moscow 1993, sekedar sesi "latihan" bagi mimpi buruk berdarah Chechen.
Para mantan pimpinan Soviet, Khasbulatov dan Rutzkoy, mendapat jabatan dalam rezim baru. Rutzkoy bahkan menjadi gubernur daerah Kursk dan dikenal sebagai seorang anti-komunis yang ganas. Bahkan ia melarang arak-arakan Mayday di wilayahnya!
Para pimpinan Trudovia Rossia dan RKRP (Partai Buruh Komunis Rusia) begitu mereka dibebaskan dari penjara, mendapati kejutan yang tidak menyenangkan. Massa mencampakkan mereka dan mengalihkan dukungannya pada KPRF, yang lalu meraih banyak kursi di parlemen. Hari ini partai-partai tersebut lebih mirip sekte pensiunan daripada organisasi politik sejati.
Peristiwa-peristiwa Oktober 1993 merupakan titik balik penting dalam transisi Rusia dari negara buruh yang cacat menjadi suatu negara kapitalis. Sistem Soviet pada 1993 tidak sama dengan sistem yang didirikan pada 1917 oleh revolusi. Soviet 1993 lebih menyerupai parlemen yang diisi oleh anggota-anggota parlemen dan bukannya para perwakilan yang dipilih dan diutus secara demokratis oleh para pekerja. Namun kelas kapitalis Rusia yang muda pun tidak bisa menoleransi Soviet yang cacat ini. Kekuatan-kekuatan yang bermain di Oktober 1993 berasal dari suatu periode peralihan transformasi -- birokrasi, proletar, tentara, borjuis kecil, dan intelektual. Kelas kapitalis Rusia yang muda ini masih terlalu lemah dalam periode ini untuk memainkan peran signifikan di peristiwa-peristiwa tersebut. Massa buruh Rusia menderita kekalahan parah pada tahun 1993. Namun mereka juga memperoleh pelajaran penting dan berdarah serta pengalaman berharga. Namun sebagaimana yang digarisbawahi Lenin, tanpa pelajaran dan pengalaman demikian tidak akan ada kemenangan akhir.
Diterjemahkan oleh Bumi Rakyat dari "The role of the masses during the October 1993 Moscow Rebellion," A. Kramer, 6 Oktober 2003, dari In Defence of Marxism (www.marxist.com)