Sang tiran telah jatuh! Ketika saya menulis ini, Hosni Mubarak telah mundur. Ini adalah sebuah kemenangan yang besar, bukan hanya untuk rakyat Mesir, tetapi juga untuk kaum buruh seluruh dunia. Setelah 18 hari mobilisasi revolusioner terus-menerus, dengan 300 korban jiwa dan ribuan terluka, tirani 30 tahun Hosni Mubarak berakhir.
Ini adalah hasil dari gerakan luar biasa massa, yang telah menghadapi pistol dan pentungan polisi dan dengan berani melawan semua serangan dari kekuatan-kekuatan reaksioner. Ini adalah kulminasi dari dua minggu perjuangan revolusioner yang telah menjadi inspirasi bagi kita semua.
Malam Perayaan Jatuhnya Mobarak, 11 Feb 2011. Photo: CasselKemarin [10/2] massa demonstran mengira mereka telah menang. Tetapi 24 jam terakhir membuat massa yakin bahwa semua negosiasi dan kompromi tidak membawa mereka kemana-mana. Ini menjelaskan mengapa hari ini [11/2] lebih banyak orang turun protes karena mereka yakin bahwa hanya insureksi popolar akan menjatuhkan otokrat yang dibenci ini. Kemarin malam, sebelum Mubarak berbicara di televisi, seorang demonstran di Alun-alun Tahrir berkata pada BBC: “Saya akan terus di sini sampai dia pergi. Bila dia tidak pergi, besok akan menjadi hari yang sulit bagi Mubarak.” Esok hari telah tiba.
Sudah subuh hari ribuan orang berkumpul di Lapangan Tahrir, siap untuk sebuah konfrontasi menentukan dengan rejim ini. Peristiwa-peristiwa bergerak secepat halilintar. Gerakan ini terradikalisasi setiap jamnya. Para demonstran “menjadi lebih berani setiap harinya dan lebih teguh tiap harinya,” kata Ahmad Salah, seorang aktivis Mesir, kepada Al Jazeera. “Ini adalah gerakan yang tumbuh, tidak menyurut.” Tapol-tapol dibebaskan dari penjara. Tetapi masih ada sejumlah orang yang hilang, termasuk para aktivis yang ditahan selama pemberontakan baru-baru ini. Kelompok-kelompok HAM telah menuduh bahwa angkatan bersenjata Mesir telah terlibat dalam penahanan ilegal dan kadang-kadang menyiksa para demonstran.
Mood hari ini menjadi marah dan memberontak. Ayman Mohyeldi di Mesir dari Al Jazeera melaporkan kemarin bahwa di kota Port Said setidaknya lima gedung pemerintah, termasuk kantor gubernur dan kantor perumahan publik, dibakar dalam dua hari kerusuhan. Rakyat telah memblokir jalan-jalan, ada benturan-benturan, dan sejumlah besar orang tumpah ruah ke Lapangan Pembebasan. Tidak ada yang tahu jumlah sesungguhnya orang yang terlibat hari ini tetapi para demonstran telah turun di seluruh Mesir dalam jumlah jutaan.
Di propinsi-propinsi, insureksi bergerak lebih jauh daripada di Kairo. Di Suez, dimana gerakannya terutama radikal, dan dimana jumlah korban besar, rakyat telah menduduki semua gedung pemerintah. Di Asyut, dimana puluhan ribu orang turun ke jalan, mereka telah mengambil alih kantor markas partai berkuasa dan gedung-gedung pemerintah lainnya.
Di El Arish di Sinai utara, dimana puluhan ribu orang berdemonstrasi, sekitar seribu orang kaum muda pecah dari demonstrasi dan terlibat dalam tembak-menembak dengan polisi, menyerang kantor-kantor polisi dengan koktail Molotov.
Di Alexandria, massa berjumlah setidaknnya 200.000 berkumpul di luar istana Ras-el-Tin dan berfraternisasi dengan para kelasi yang mendistribusikan makanan untuk para demonstran. Damietta, sebuah kota yang terletak di mana sungai Nil bertemu dengan laut, memiliki populasi satu juta. Dari jumlah ini, 150 ribu ada di jalanan hari ini, mengepung kantor-kantor polisi dan menyerang gedung-gedung pemerintah. Laporan-laporan serupa datang dari seluruh Mesir.
Ada kemarahan di jalan-jalan terhadap propaganda dusta dari media. Kemarin malam di program BBC Newsnight, deputi editor dari organ resmi rejim Al Ahram minta maaf pada rakyat dan berjanji akan menyiarkan laporan yang sebenarnya mengenai demonstrasi: “Rakyat marah pada kami,” dia mengakui: “Saya telah menerima telpon mengancam akan membakar gedung kami.”
Di Kairo, para demonstran mengepung stasiun televisi pusat yang dilindungi oleh paratrooper. Tetapi sikap tentara bersahabat dan fraternisasi terjadi. Menurut seorang saksi mata, Mayor paratrooper, terlihat tersenyum dan berjabat tangan dengan para demonstran, yang mengatakan pada perwira ini: “Paratrooper OK. Tetapi kamu tidak ingin Pasukan Penjaga Presiden. Dia tersenyum balik. Semua tentara yang ada di balik pagar sekitar gedung televisi terlihat simpatik terhadap demonstran. Ini adalah perisitiwa yang emosional.”
Ada rumor mengenai demonstrasi ke Istana Presiden. Beberapa ratus demonstran meninggalkan Alun-alun Tahrir di Kairo untuk bergerak ke istana kemarin malam – sekitar 15 kilometer dari lapangan. Istana ini dijaga oleh tentara dan pasukan elit Penjaga Presiden. Beberapa komentator berspekulasi bahwa, sementara tentara tidak akan menembaki mereka, Penjaga Presiden mungkin akan menembak, dalam hal ini akan bisa terjadi konfrontasi antara tentara dan Penjaga Presiden.
Tetapi menurut laporan-laporan, alih-alih menembaki demonstran, tentara menyediakan sarapan. CNN melaporkan bahwa tentara dan massa bersorak sorai satu sama lain. Dalam sebuah tindakan yang penuh arti, tank-tank memalingkan moncongnya dari para demonstran, yang merespon dengan sorak sorai besar. Seorang tentara keluar dari tanknya dan menggantung bendera Mesir di barel senjatanya.
Manuver-manuver di atas
Untuk memberikan konteks dari perkembangan-perkembangan ini: indikasi pertama bahwa sesuatu sedang terjadi di atas adalah ketika pada hari Kamis 10 Februari, dewan agung militer bertemu, tanpa kehadiran commander in chief, Hosni Mubarak, dan mengumumkan di televisi negara “dukungannya pada tuntutan-tuntutan sah dari rakyat”. Pada kenyataannya, keputusan yang sesungguhnya dibuat, bukan oleh dewan militer tetapi di jalan-jalan dan pabrik-pabrik. Setelah berminggu-minggu berdiri di atas pagar, kasta militer terdorong oleh aksi-aksi kelas pekerja dan rakyat revolusioner.
Dewan militer ini bertemu dalam sesi permanen “untuk mempertimbangkan langkah-langkah dan pengaturan-pengaturan yang dapat dibuat untuk menjaga negara, pencapaiannya, dan ambisi dari rakyatnya.” AFP mengutip sumber militer yang berkata: “Kami sedang menunggu perintah yang akan membuat rakyat senang.” Pada jam 3.34 PM, eforia telah memenuhi rakyat di Alun-alun Tahrir. Rakyat bersorak keras, dan sekali lagi menyerukan jatuhnya rejim Mubarak dan: “tentara dan rakyat berdiri bersama, tentara dan rakyat berdiri bersatu”.
Jendral Hassan al-Roueini, komandan militer daerah Kairo, mengatakan kepada ribuan demonstran di pusat Lapangan Tahrir: “Semua tuntutan kalian akan dipenuhi hari ini.” Karena tuntutan utama adalah turunnya Mubarak, rakyat secara alami berasumsi bahwa sang Presiden akan disingkirkan.
Seorang komandan lapangan senior, yang tidak ingin dinamai, mengatakan pada Ahram Online bahwa Dewan Agung telah mengambil alih otoritas negara “untuk periode interim”, yang durasinya akan ditentukan nanti. Ditanya mengenai apa arti langkah tersebut bagi presiden, wakil presiden dan perdana menteri, komandan angkatan bersenjata ini mengatakan “ini adalah orang-orang yang tidak punya kuasa atas angkatan bersenjata.”
Seorang anggota senior partai berkuasa Mesir mengatakan pada BBC bahwa dia “berharap” Presiden Hosni Mobarak akan mentransfer kekuasaan ke Wakil Presiden Omar Suleiman. Namun, sudah ada indikasi-indikasi bahwa Mubarak tidak akan pergi begitu saja. Reuters mengutip menteri informasi Mesir, Anas el-Fekky, mengatakan: “Presiden masih berkuasa dan dia tidak akan turun. Presiden tidak akan turun dan semua yang kamu dengar di media adalah rumor.” Diberitakan kalau Mubarak “masih bernegosiasi apakah dia akan menyerahkan kekuasaan ke Suleiman.” Seorang pejabat Mesir mengatakan pada Reuters: “Ini masih belum disetujui … Ini masih dalam negosiasi.”
Tetapi apa yang ada untuk dinegosiasi?
Kejutan Kecil Mubarak
Presiden Hosni Mubarak punya kejutan kecil yang dipersiapkannya. Keputusannya untuk tidak mundur mengejutkan kepala-kepala militer Mesir dan Washingto. Direktur CIA Leon Panetta sebelumnya telah berbicara seperti kemundurannya sudah pasti, dan sebuah resolusi telah terjamin. Sumber-sumber lain di Kairo berbicara dengan nada yang sama. Di seberang lautan Atlantik, Presiden Obama, dengan retorika aktornya, berbicara mengenai sebuah “momen historis” yang dengan dipersiapkan “di hadapan mata kita”.
Sekali lagi, pak tua ini menipu mereka semua. Mubarak sedang mengejar agendanya sendiri. Banyak yang bertanya-tanya mengenai motivasinya. Dia ada di bawah tekanan besar dari semua pihak untuk mundur. Amerika takut kalau dia tidak segera mundur situasi, yang sudah di luar kendali, akan menjadi lebih buruk. Alih-alih hanya menggantikan beberapa wajah di atas, intervensi langsung dari massa dapat menyapu semuanya; seluruh rejim akan jatuh, dan dengan ini maka pengaruh US di Mesir akan hilang.
Masalahnay adalah bahwa dia juga mendengar suara-suara lain. Monarki Saudi, yang bahkan lebih korup, busuk, dan reaksioner daripada rejim Mubarak, takut dan menyadari bahwa setelah teman mereka di Kairo pergi mereka bisa-bisa menyusul. Mereka telah menawarkan sejumlah uang besar untuk Mesir, tetapi dengan kondisi bahwa Mubarak harus tetap berkuasa apapun yang terjadi. Israel juga sama takutnya dengan konsekuensi kehilangan sekutu loyalnya, yang telah memungkinkan mereka menjual apa yang disebut Rencana Perdamaian – kebohongan yang kejam ini – pada dunia. Mereka dengan panik memohon pada semua pihak untuk berhenti mengkritik Presiden Mesir.
Tetapi suara yang paling berpengaruh adalah suara di kepala Presiden ini sendiri. Mereka mengatakan padanya bahwa dia hebat, bahwa dia baik, bahwa dia lebih tahu dari siapapun apa yang terbaik untuk Mesir. Seperti Monarki Absolut lama, dia menganggap dirinya di atas hukum, parlemen, partai-partai, dan jendral-jendral. Dia menganggap dirinya sebuah pengejawantahan Bangsa dan hakim agung dari Kehendak Rakyat. Ketika dia berpidato dengan nada yang tenang dan terukur kemarin malam, wajahnya sekaku topeng pemakaman Firaun, kita mendapatkan kesan seorang yang telah kehilangan semua kontak dengan realitas.
Rakyat Mesir, akan tetapi, bereaksi terhadap pidato Mubarak dengan semacam humor gelap yang kadang menyamarkan sebuah pesan serius. Ini salah satu contohnya: “Menteri Dalam Negeri meminta Hosni Mubarak untuk menulis sebuah Surat Perpisahan untuk rakyat Mesir. Mubarak menjawab: Kenapa? Kemana mereka akan pergi?”
Kerumunan massa yang berkumpul di Alun-alun Tahrir dengan bendera Mesir, menunggu dengan tidak sabar berita pengunduran dirinya, mendengar pidato Mubarak dengan penuh tidak percaya karena dia mengulang pernyataan-pernyataan kosong yang sama. Dia bersimpati dengan kaum muda Mesir, dia menyesali kesalahan-kesalahan masa lalunya, dia menangis untuk darah para martir dan berjanji menghukum mereka yang bertanggungjawab terhadap kematian mereka (pada poin ini Bapak Rakyat ini mukanya bahkan tidak merah), dia menjanjikan sebuah kehidupan yang baru dan lebih baik. Tetapi dia tidak mundur.
Keterkejutan lalu berubah menjadi kemarahan – kemarahan mencengkram massa, sebuah kemarahan yang bahkan lebih intens karena harapan tinggi yang telah dibangkitkan oleh rumor-rumor sebelumnya. Semua rencana militer Mesir tiba-tiba hancur. Alih-alih sebuah “transisi yang terjaga”, Mesir sekali lagi jatuh ke dalam badai revolusioner.
Peran kunci gerakan pemogokan
Elemen menentukan di dalam persamaan revolusioner, yang akhirnya memaksa Mubarak keluar, adalah intervensi dari kelas pekerja. Ini adalah jawaban bagi semua tuan dan nyonya “cerdik” yang berpendapat bahwa buruh tidak revolusioner atau bahkan kelas buruh tidak eksis. Dalam beberapa hari terakhir di seluruh penjuru negeri, kaum buruh dan serikat-serikat buruh telah bergabung dengan protes-protes. Pemogokan di seluruh negeri memberikan sebuah momentum baru dan tak terbendung pada demo-demo massa di Kairo dan kota-kota lain.
Di seluruh Mesir buruh bergerak beraksi dengan lebih dari 20 pemogokan di rel kereta api dan juga di industri tekstil, di antara suster dan dokter, di rumah sakit, di pabrik-pabrik milik negera dan juga swasta. Jumlahnya berkisar puluhan ribu dan terus tumbuh. Pada hari Rabu (9/2) ada pemogokan di Kafr El-Zaiat, Menoufeia, dan kanal Suez. CTUWS melaporkan bahwa di kota tekstil Mahalla, lebih dari 1500 pemogok memblokir jalan-jalan dan lebih dari 2000 buruh dari perusahaan farmasi Sigma di Quesna mogok.
Di Giza, ratusan perempuan dan pria melakukan demo di depan kantor gubernur Giza, menuntut perumahan. Di Assiut, 7000 staf universitas berdemo, mengekspresikan kemarahan mereka karena tidak bekerja di bawah kontrak yang layak, dan upah yang murah. Para demonstran menuntut mereka diberikan hak yang sama seperti karyawan tetap. Dua ratus pegawai Assiut Petrol Company meneruskan protes mereka dari kemarin di depan kantor pusat perusahaan, dimana mereka telah bermalam. Para demonstran mengatakan bahwa mereka menolak pindah sampai mereka diberikan kontrak yang layak.
Di daerah Qena, dua ratus pegawai Siyanco mogok sehari, menuntut diimplementasikannya pedoman finansial, dengan kesamarataan bagi semua. Ribua buruh minyak juga mogok dan protes di berbagai daerah di negeri. Di Isamilia, pegawai Universitas Suez Canal, Petrotrade, dan rumah-rumah sakit umum menuntut kondisi kerja lebih baik dan kontrak layak. Di Aswan di sebelah Selatan Mesir, 300 pegawai Development and Agricultural Credit Bank berdemo menentang korupsi.
Telecom Mesir, salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Mesir juga menyaksikan protes-protes luas di depan kantor-kantor pusatnnya di seluruh negeri di dua hari terakhir. Buruh menuntut kontrak layak dan gaji lebih besar. Di Kairo, 700 pegawai Rumah Sakit Mukattam, termasuk para dokter dan suster, melakukan sebuah demo menuntut gaji lebih baik dan kontrak kerja layak.
Para dokter dan suster telah mogok dan berdemonstrasi. Di rumah sakit Ain Shams, 1000 pegawai protes menuntut gaji lebih baik dan kontrak layak dan asuransi kesehatan untuk staf rumah sakit. Bahkan para aktor telah berdome menentang serikatnya, menuntut mundurnya ketua serikat tersebut, Ashraf Zaki dan menuntut kejaksaan agung untuk meluncurkan sebuah investigasi korupsi.
Kemarin (Kamis) ribuan mahasiswa kedokteran, dokter berjubah putih dan pengacara berjubah hitam, melakukan demo di Kairo pusat dan disoraki oleh para demonstran pro-demokrasi ketika mereka memasuki Lapangan Tahrir. Lapangan ini dinamai dengan tepat. Memang ini adalah Lapangan Pembebasan. Mereka diikuti oleh para artis dan buruh transportasi publik, termasuk supir bus, semuanya telah bergabung dengan pemogokan. Gerakan ini bertumbuh.
Kebanyakan pemogokan ini bersifat ekonomi. Tentu saja! Kelas pekerja sedang menekan tuntutan mendesak mereka. Dalam kata lain, mereka melihat Revolusi ini bukan hanya sebagai cara untuk berjuang demi demokrasi formal tetapi juga untuk gaji lebih baik, untuk kondisi kerja yang lebih baik – untuk kehidupan yang lebih baik. Mereka sedang berjuang untuk tuntutan-tuntutan kelas mereka sendiri. Dan perjuangan ini tidak akan berhenti hanya karena Hosni Mubarak sudah tidak lagi duduk di Istana Presiden.
Tetapi ini juga merupakan pemogokan politik. Mubarak telah pergi, tetapi para buruh telah menuntut supaya sistem yang tidak adil ini juga harus pergi. Para buruh juga mengedepankan masalah demokrasi di pabrik-pabrik dan di serikat-serikat buruh. Federasi serikat buruh resmi pemerintah, Federasi Serikat Buruh Mesir (satu-satunya serikat buruh legal), mendukung Mubarak. Tetapi federasi ini telah menghilang. Para pemogok menuntut disingkirkannya kepemimpinan lama. Pada tanggal 30 Januari, sebuah federasi yang baru terbentuk, Federasi Serikat Buruh Mesir (FETU), di banyak kota-kota, di sektor swasta maupun publik.
Buruh Mempersiapkan Basisi
Mari kita ingatkan diri kita sendiri kalau Revolusi Mesir ini disiapkan oleh gerakan pemogokan terbesar yang pernah disaksikan oleh Mesir dalam setengah abad. Dari tahun 2004 hinggal 2008, 1,7 juta buruh berpartisipasi di dalam lebih dari 1900 pemogokan dan bentuk protes lainnya. Di periode baru-baru ini, telah terjadi 3000 pemogokan, termasuk semua sektor, publik dan swasta. Banyak dari mereka yang berhasil, membawa peningkatan gaji. Namun peningkatan taraf hidup sudah tidak lagi cukup untuk memuaskan buruh.
Ribuan buruh Mahallan Spinning and Weaving Company mogok hari Kamis menuntut gaji yang lebih baik. Menurutt Centre for Trade Union & Worker’ Service (CTUWS), 24 ribu buruh mengambil bagian dalam protes ini. Buruh dari jam pagi telah bergabung dengan kolega mereka dari jam malam dan berkumpul pagi hari ini di depan kantor pusat perusahaan, dimana mereka mengumumkan pemogokan mereka dan solidaritas mereka dengan para demonstran di Lapangan Tahrir.
Buruh di pabrik pemintal pemerintah di El Mahalla el Kubra dan puluhan ribu dari di pabrik-pabrik swasta yang lebih kecil adalah nyawa dari gerakan buruh Mesir. Peristiwa di Mahalla pada tanggal 6 April 2008 mengubah segalannya. Puluhan ribu rakyat di kota setengah juta ini turun ke jalan. “Slogan kami sekarang bukanlah tuntutan-tuntutan serikat buruh,” kata Mohamad Murad, seorang pekerja rel, koordinator serikat, dan politisi kiri. “Sekarang kami punya tuntutan yang lebih umum untuk perubahan.”
Polisi menembak, membunuh dua orang, dan massa mengamuk di jalan-jalan, membakari gedung-gedung, menjarahi toko-toko dan melempari batu bata ke petugas polisi. Para demonstran merobeki dan menginjak-injak potret raksasa Mubarak di lapangan pusat. “Pemberontakan ini adalah yang pertama mendobrak penghalang ketakutan di seluruh Mesir,” kata Murad. “Pada hari Jumat tersebut, massa mengontrol kota. […] Tak seorangpun yang dapat mengatakan bahwa Mesir masih sama setelahnya.” Tidak diragukan kalau pemogokan-pemogokan ini memainkan sebuah peran kunci dalam menghancurkan rasa takut dari rakyat yang lain, dimulai dari buruh sendiri. Gerakan muda 6 April tumbuh dari gerakan buruh tersebut.
Angkatan Bersentjata
Peristiwa kemarin sudah menunjukkan bahwa pimpinan militer sudah tidak lagi tertarik menyelematkan Mubarak, dan ingin menyelamatkan dirinya sendiri dan rejim dimana kekuasaan dan privilesenya bergantung. Mubarak sudah berumur 82 tahun dan akan berhenti pada bulan September. Dia adalah kekuatan yang sudah habis dan para Jendral mengetahui ini. Kemarin mereka jelas-jelas memutuskan untuk mencampakkan dia. Tetapi dalam keterkejutan besar, pak tua ini menolak untuk pergi.
Dalam teori, keputusan final ada di tangan angkatan bersenjata, yang jelas tergoncang oleh peristiwa-peristiwa 24 jam terakhir. Tetapi angkatan bersenjata sendiri menunjukkan tanda-tanda retak di bawah tekanan massa. Al Jazeera kemarin melaporkan mengenai seorang Mayor militer meletakkan senjatanya dan bergabung dengan para demonstran di Lapangan Tahrir bersama dengan tentaranya. Dia mengumumkan bahwa dia tidak sendiri, tetapi adalah bagian dari sekelompok 15 perwira dari berbagai ranking yang bergabung dengan revolusi. Jelas ini bukan kasus terisolasi. Di bawah situasi ini, tentara tidak dapat digunakan untuk melawan revolusi. Ini, dan gelombang pemogokan besar yang sedang menyapu Mesir, menjelaskan mengapa pada akhirnya dewan militer memutuskan untuk mencampakkan Mubarak.
Angkatan bersenjata sekarang mungkin telah mengambil alih pemerintahan di Mesir, tetapi mereka tidak mengontrol jalan-jalan atau pabrik-pabrik. Militer harus beraksi cepat atau kehilangan kontrol situasi sepenuhnya. Tetapi para jendral hanya punya sedikit pilihan. Yang pertama adalah untuk tidak melakukan apa-apa, membiarkan kerumunan massa untuk terus bertambah besar dan membiarkan mereka bergerak ke istana presiden dan berharap yang terbaik. Pilihan kedua adalah untuk mencoba memblokir para demonstran di Lapangan Tahrir. Pilihan ketiga adalah menumbangkan Mubarak.
Masalah dengan pilihan pertama adalah bahwa ini akan berarti massalah dan bukan militer yang menentukan alur perisitiwa. Pilihan kedua akan menciptakan sebuah situasi dimana militer mungkin harus menembaki para demonstran. Tetapi sebuah benturan berdara dengan rakyat akan langsung menyebabkan perpecahan di angkatan bersenjata.
Ini meninggalkan mereka hanya dengan satu pilihan, yakni sebuah kudeta. Ini seharusnya sudah dilakukan kemarin malam supaya ini dapat diumumkan sebelum para demonstran mulai berkumpul setelah sembahyang Jumat. Keterlambatan dalam tindakan menunjukkan bahwa petinggi militer sendiri terpecah, tak dapat bergerak, dan tidak mampu mengambil keputusan menentukan. Mereka menginginkan si Bos menghilang tetapi pada saat yang sama mereka takut akan konsekuensinya. Mungkin Mubarak merasakan ini dan inilah mengapa dia memperlakukan mereka dengan penuh benci.
Ketakutan dari para pemimpin militer ada basisnya. Sekarang Mubarak telah pergi, sebuah beban besar telah terangkat dari bahu masyarakat Mesir. Gerbang bendungan akan terbuka dan semua seksi masyarakat akan menekan supaya tuntutannya dipuaskan. Tetapi bagaimana sebuah rejim militer dapat memuaskan mereka?
“Revolusi hingga kemenangan”
Penumbangan Mubarak hanyalab sebuah langkah pertama. Revolusi ini sekarang telah memasuki sebuah fase baru. Perjuangan untuk demokrasi hanyalah setengah dari tugas. Yang setengah lagi adalah perjuangan melawan kediktaturan kaum kaya: untuk penyitaan properti Mubarak dan seluruh klik penguasa; untuk penyitaan properti kaum imperialis yang mendukung mereka dan mempertahankan mereka di dalam kekuasaan selama tiga dekade.
Washington sedang menyaksikan peristiwa ini dengan napas berat. Leon Panetta, kepala CIA, mengatakan kemarin bahwa ada “kemungkinan kuat kalau Mubarak mungkin akan turun malam ini, yang akan signifikan untuk terwujudnya transisi damai di Mesir.” Yang dimaksud Amerika dengan “transisi damai” adalah sebuah transisi yang dikendalikan oleh CIA. Tetapi ini tidak akan terjadi.
Situasinya telah berangkat terlalu jauh, massa telah bangkit dan akan melihat ini sebagai kemenangan, buat sebuah signal untuk demobilisasi, tetapi untuk menekan tuntutan-tuntutan mereka. Dengan bertengger sampai akhir, Mubarak meradikalisasi seluruh situasi. Harapan apapun untuk sebuah “transisi teratur” telah terpukul dengan fatal. Amerika dengan panik bermanuver dengan petinggi-petinggi militer untuk menggantikan Mubarak dengan Omar Suleiman. Tetapi sekarang Suleiman harus pergi dengan tuannya.
Rakyat tidak mempercayai Suleiman lebih dari Mubarak. Mari kita ingat apa kata Suleiman pada stasiun televisi Amerika ABC bahwa rakyat Mesir “tidak siap” untuk demokrasi. Dia juga memperingatkan bahwa bila para demonstran tidak melakukan dialog dengan pemerintah Mubarak, militer dapat terpaksa melakukan kudeta. Bagaimana orang macam ini dapat dipercaya untuk memperkenalkan demokrasi ke Mesir? Seorang demonstran mengatakan bahwa bila Omar Suleiman mengambil alih dari Mubarak: “apa yang akan terjadi adalah semua orang di Tahrir akan menulis ulang plakat-plakat mereka, dan melanjutkan demo.”
Rejim ini akhirnya pecah di bawah pukulan Revolusi. Pada hari Kamis, Gaber Asfour, menteri kebudayaan yang baru, mundur dari kabinet Mubarak “untuk alasan kesehatan”. Hari ini Hossam Badrawi, sekjet NDP, partai berkuasa, baru saja mundur dari jabatannya. Yang lain akan menyusul. Tikus-tikus sudah terburu-buru lari dari kapal yang tenggelam.
Dalam absennya alternatif, petinggi militer telah mengambil alih. Tetapi walaupun tampak kuat, mereka juga tak berdaya. Dewan Militer telah mengambil alih di atas gelombang revolusi. Tank-tank dan senjata-senjata semua baik, tetapi mereka tidak dapat menyediakan lapangan pekerjaan untuk para penganggur, atau memberi makan orang lapar, atau merumahkan orang-orang tak berumah, atau mengurangi harga makanan. Militer mengambil alih kekuasaan di bawah situasi ini, oleh karenanya mereka akan ingin sesegera mungkin menyerahkan kekuasaan ke sebuah pemerintahan sipil. Mereka dapat menyerukan pemilu September ini atau bahkan lebih awal. Tidak ada kekurangan kandidat untuk pekerjaan presiden dan perdana menteri. El Baradei sedang menunggu dengan tidak sabar di pinggir.
Tetapi tak ada satupun masalah mendesak dari masyarakat Mesir yang dapat diselesaikan dengan “ekonomi pasar”. Masyarakat Mesir menderita dari naiknya harga-harga dan pengangguran. 10 persen dari tenaga kerja menganggur. 76 persen orang muda tidak punya pekerjaan. Gaji rendah. Kebanyakan pegawai negeri (sekitar lima juta orang) hanya bergaji $70 per bulan. Di sektor swasta, gaji adalah sekitar $110 per bulan. Ada masalah perumahan yang parah dan sejumlah orang miskin tinggal di pemakaman. Empat juta orang tidak punya hak akses ke pelayanan kesehatan. Mereka bahkan tidak dianggap sebagai bagian dari tenaga kerja secara kontrak.
Ada kemarahan membara terhadap kesenjangan dan korupsi. Jurnalis-jurnalis independen menekankan bahwa korupsi kronik adalah karakteristik utama dari rejim lama ini. Milyaran dolar menghilang. Guardian mengestimasikan bahwa keluarga Mubarak sendiri memiliki harta $70 milyar. Ini telah memprovokasi kemarahan dan rasa jijik, di sebuah negara dimana 40 persen hidup di bawah level kemiskinan. Sekarang buruh Mesir akan berkata: “Saya menginginkan hak-hak saya, dimana hak-hak kami?” Tidak ada pemerintahan borjuis yang dapat memberikan buruh hak-hak mereka atau menuntaskan problem-problem fundamental rakyat Mesir.
Kelas buruh sekarang adalah kekuatan penggerak Revolusi yang sesungguhnya. Sampai baru-baru ini tuntutan-tuntutan Revolusi adalah politis, berpusat dalam perjuangan untuk hak-hak demokrasi. Tetapi buruh memberikan program ini sebuah karakter sosial-revolusioner. Kemarin kami mempublikasikan program dari buruh besi dan baja Helwan, sebuah kota industrial di tepi sungai Nil.
Ini adalah sebuah program yang sangat maju yang mengekspresikan keinginan buruh untuk membawa revolusi ini hingga garis akhir. Kemarin di Helwan, lima pabrik militer mogok. Hari ini buruh Pabrik Militer Helwan nomor 63 ada di Lapangan Tahrir membawa sebuah spanduk yang bertuliskan “thawra hatta’l nasr” (Revolusi hingga Kemenangan), dan mereka serius.
Revolusi Mesir telah dimulai tetapi ia belumlah selesai. Untuk menyelesaikan masalah-masalah masyarakat Mesir, perlu pecah dengan kapitalisme, menyita kaum kapitalis dan imperialis dan melaksanakan transformasi sosialis. Ini mungkin dan perlu. Apa yang sudah kita saksikan hari ini menunjukkan bahwa ketika buruh termobilisasi untuk mengubah masyarakat, tidak ada kekuatan yang dapat menghentikan mereka. Ini adalah sebuah pelajaran yagn cepat atau lambat akan dipelajari oleh kaum buruh dan muda seluruh dunia.
Rakyat Mesir sedang bersorak gembira dan kami juga bersorak dengan mereka. Sekarang semuanya mungkin. Biarlah slogan kita: Revolusi Hingga Kemenangan!
- Hidup Revolusi Mesir!
- Hidup Sosialisme!
- Buruh sedunia, bersatu!
London, 11 Februari 2011.