Hari ini menandai satu bulan setelah penumbangan revolusioner dari diktatur Ben Ali yang dibenci di Tunisia pada tanggal 14 Januari. Satu bulan ini telah dipenuhi dengan perjuangan terus menerus antara kelas penguasa yang ingin kembali ke normalitas borjuis dan kaum buruh dan muda yang ingin melanjutkan revolusi dan berjuang untuk menghentikan kembalinya rejim yang lama.
Selama dua minggu sejak 14 Januari, bangsa ini menyaksikan serangkaian pemogokan umum dan demo-demo massa menentang Pemerintahan Persatuan Nasionalnya (PPN) Gannouchi. Semua menteri kunci (Pertahanan, Luar Negeri, Perdana Menteri, Presiden, Keuangan, Dalam Negeri, dll.) dari PPN adalah mantan menteri di bawah Ben Ali, banyak yang menduduki posisi yang sama.
20 Januari, di luar kantor Perdana Menteri. Photo: Nasser NouriTekanan dari bawah mendorong kepemimpinan nasional UGTT (serikat buruh Tunisia) untuk mundur dari pemerintahan ini, dan struktur-struktur lokal memainkan peran kunci dalam memobilisasi melawan pemerintahan ini. Kaum muda revolusioner dari daerah-daerah berdemonstrasi di ibukota Tunis pada tanggal 23 Januari, dengan tujuan mempercepat penumbangan pemerintahan Gannouchi. Setelah tiba di ibukota, mereka bergerak ke kantor Perdana Menteri di Kasbah dimana mereka mendirikan kamp-kamp, secara efektif mencegah PPN bekerja dari kantor-kantornya.
Gelombang pemogokan daerah mencapai klimaksnya dengan pemogokan historis di Sfax pada tanggal 26 Januari, dimana 100.000 turun ke jalan, dan juga demo 20.000 orang di Sidi Bouzid pada 27 Januari. Pada hari yang sama, reshuffle kabinet yang sudah ditunggu-tunggu diumumkan, yang menyingkirkan dari GNU kebanyakan menteri-menteri yang telah menjadi anggota RCDnya Ben Ali, tetapi tidak menyentuh Perdana Menteri Gannouchi dan Presiden, yang keduanya adalah bagian dari rejim Ben Ali.
Namun, pemerintah “baru” ini harus diratifikasi oleh Dewan Administratif serikat buruh UGTT, kalau tidak pemerintah ini tidak akan bertahan bahkan selama 24 jam. Walaupun mayoritas anggota dewan memilih mendukung, federasi-federasi dan serikat-serikat buruh regional yang mewakili mayoritas keanggotaan UGTT memilih menentang pemerintahan baru ini dan menolak mengakuinya. Mereka adalah Serikat Guru Sekolah Menengah, Federasi Pekerja Pos, Serikat Buruh Kesehatan Publik, Serikat Pekerja Penjaga Anak dan Bayi, Federasi Daerah Sfax, Federasi Daerah Bizerte, dan Federasi Daerah Jendouba.
Akan tetapi, karena tidak ada kepemimpinan jelas yang diberikan, penerimaan formal dari kepemimpinan UGTT akan pemerintah Gannouchi memberikannya ruang manuver, sebuah legitimasi yang sebelumnya tak mereka miliki. Pemerintahan ini segera menggunakan legitimasi ini, pada tanggal 28 Januari, dengan melepaskan represi brutal terhadap kaum muda yang berkamp di lapangan Kasbah, yang dibubarkan dan dikirim balik ke daerah asal mereka.
Revolusi adalah sebuah peperangan antar kelas, dan seperti di dalam sebuah perang antar negara, kepemimpinan adalah krusial. Setelah momentumnya hilang, sulit untuk memperolehnya kembali. Selama 2 minggu, antara 14 Januari dan 27 Januari, PPN tergantung di udara. Kaum buruh dan muda revolusioner dapat saja mengambil kekuasaan. Ini didemonstrasikan secara grafik pada tanggal 22 dan 23 Januari ketika rakyat bergerak ke kantor Perdana Menteri dan satu-satunya yang dapat dilakukan oleh tentara yang menjaga gedung tersebut adalah meminta mereka dengan sopan untuk tidak masuk ke dalam gedung. Polisi-polisi berdemo di seluruh negeri menuntut hak mereka untuk membentuk serikat buruh. Tidak ada kekuatan yang saat itu dapat menghentikan massa revolusioner dari merebut kekuasaan.
Pada saat itu, dalam konteks pemogokan umum di daerah-daerah dan demo-demo massa, sebuah Dewan Revolusioner alternatif, berdasarkan dewan-dewan regional dan struktur-struktur lokal dan regional dari serikat buruh, dapat merebut kekuasaan, tetapi tidak ada yang dapat melakukan ini.
Benar bahwa Front 14 Januari, sebuah koalisi yang didominasi oleh Partai Buruh Komunis Tunisia (PBKT) yang sebelumnya dilarang, teguh dalam oposisinya terhadap PPN dan menyerukan komite-komite untuk diperkuat di semua level. Di dalam sebuah pres rilis tanggal 28 Januari, setelah reshuffle dan keputusan Dewan Administratif UGTT, front ini bahkan menyerukan diselenggarakannya Konferesi Nasional Untuk Pertahanan Revolusi untuk memilih sebuah pemerintahan provisional. Tetapi mereka tidak pernah menyelenggarakan kongres nasional komite-komite tersebut, sesuati yang dapat dilakukan dengan mengambil kesempatan dari keberadaan di Tunis kaum muda revolusioner dari propinsi-propinsi. Ini mungkin dilakukan sebelum 27 Januari, tetapi semakin sulit setelah PPN telah mendapat legitimasi dari UGTT.
Walaupun banyak kesempatan hilang, ini bukan berarti inisiatif revolusioner massa telah surut sepenuhnya dan bahwa pemerintah Gannouchi mengendalikan situasi. Sebaliknya, penumbangan Ben Ali telah melepaskan semua frustasi terpendam dari semua seksi masyarakat. Revolusi telah mengubah cara pandang mereka: “kami tidak lagi takut” dan berbagai organisasi buruh dan muda seluruh negeri melakukan aksi-aksi langsung, tanpa memperdulikan otoritas. Bahkan ada pembicaraan mengenai Imam-imam mesjid yang ingin membentuk serikat buruh!
Di perusahaan-perusahaan milik negara, kementerian-kementerian dan departemen-departemen, para pekerja berorganisasi di dalam komite-komite atau melalui serikat buruh dan menendang keluar manajer-manajer lama dan di beberapa kasus telah menolak menerima manajer-manajer baru yang ditunjuk oleh pemerintah, yang telah dipaksa untuk mengubah mereka kembali. Pegawai-pegawai negeri di Kementerian Luar Negeri mogok dan mengorganisir unjuk-rasa duduk sampai mereka mendapatkan pemecatan Menteri Ahmed Ounaies, pada 13 Februari. Ini jelas bukan sebuah situasi normal bagi kelas penguasa ketika pemerintah menunjuk seorang menteri dan para pekerja di kementerian menendangnya keluar!
Di kantor-kantor media, koran, TV, dan radio, para pekerja telah mengorganisir dan memaksa pemecatan manajer-manajer dan dalam tingkatan berbeda-beda mengambil kendali garis editorial. Di satu kasus, mereka bahkan menolak manajer yang baru ditunjuk karena mereka belum diajak konsultasi.
Pada 3 Februari, pemerintah memutuskan untuk menunjuk gubernur-gubernur daerah yang baru. Ini adalah langkah penting lainnya menuju normalisasi borjuis. Penumbangan Ben Ali telah berari jatuhnya kekuasaan negara di banyak kota dan bahkan beberapa daerah. Komite-komite dan dewan-dewan revolusioner telah mengambil alih jalannya fungsi-fungsi publik. Dari sudut pandang elit penguasa, penting untuk mengambil kembali kekuasaan negara.
Mengungkapkan warna sesungguhnya, 19 dari 24 gubernur “baru” mempunyai hubungan dengan RCD dan rejim lama. Ini adalah provokasi yang terlalu besar dan ini memprovokasi sebuah gelombang demonstrasi dan pemogokan baru di daerah-daerah, yang dalam beberapa kasus berhasil memecat para gubernur “baru” tersebut (seperti di Gabes, Kebili, Zaghouan, Nabeul, dan Beja), yang sering kali dilindungi oleh Angkatan bersenjata. Di Redeyef (di daerah pertambangan gafsa), sebuah pemogokan umum untuk kombinasi tuntutan politik dan ekonomi membuat kota mati (video). Di Kasserine, El Kef dan Kebili, benturan-benturan dengan polisi dan di beberapa kasus dengan tentara telah menyebabkan matinya beberapa demonstran – korban pertama oleh pemerintah Gannouchi. Di Zaghouan, rakyat revolusioner mengusir dewan lokal (video). Di semua kota-kota ini, komite-komite pertahanan revolusilah yang mempunyai kontrol efektif atas ketertiban publik.
Sekali lagi, pemerintah dipaksa membatalkan keputusannya dan pada 8 Februari mengumumkan bahwa satu set gubernur baru akan ditunjuk “dengan konsultasi bersama UGTT”! Ini tidak ada presedennya dan ini menunjukkan perimbangan kekuatan yang sesungguhnya, bahkan hari ini. Pemerintah resmi menunjuk gubernur-gubernur, yang lalu ditolak dan diusir oleh rakyat, dan pemerintah harus pergi bernegosiasi dengan serikat-serikat buruh untuk penunjukkan gubernur-gunbernur yang bisa diterima. Siapa yang menguasai negeri? Pemerintahan Gannouchi atau rakyat revolusioner? Jelas masih ada elemen-elemen kekuasaan ganda di Tunisia.
Pemerintah juga dipaksa mengeluarkan dekrit pembubaran RCD pada 7 Februari, satu tuntutan rakyat yang lain, dalam usaha untuk memuaskan massa. Pada saat yang sama, untuk memecahkan masalah legitimasinya, Gannouchi harus meminta parlemen kemampuan untuk memerintah dengan dekrit. Ini adalah sebuah provokasi lagi, karena ini berarti bahwa Parlemen yang memberikan Gannouchi kekuasaannya adalah parlemennya Ben Ali, yang beranggotakan kebanyakan deputi-deputi RCD (partai yang baru saja dibubarkan).
Jelas, walaupun pemerintah Gannouchi telah mengambil beberapa langkah untuk mengambil kembali kekuasaannya, situasi masihlah sangat labil. Semua ketidakpuasan ekonomi dan sosial yang menyebabkan bangkitnay gerakan revolusioner masih belum diselesaikan, dan mereka sesungguhnya tidak dapat dituntaskan di bawah kapitalisme. Seorang diplomat asing memperingatkan bahwa “rakyat telah menunjukkan kedewasaan besar, tetapi mereka dapat turun ke jalan lagi.”
Sebuah artikel di AFP merangkum dengan tepat situasi gejolak revolusioner yang masih ada di Tunisia: “Dari utara hingga selatan, bangsa ini telah menjadi demonstrasi permanen untuk dua minggu terakhir: pemogokan tiba-tiba, mogok liar, demonstrasi harian oleh pekerja dan penganggur yang meneriakkan tuntutan-tuntutan yang telah dibungkam selama lebih dari seperempat abad. Setiap hari, TV nasional menayangkan dari propinsi-propinsi jeritan kemarahan atas kesengsaraan.”
Pemerintah hanya dapat memerintah dengan bersandar pada kepemimpinan UGTT. Pemerintah ini baru saja mengumumkan “negosiasi-negosiasi nasional mengenai serangkaian isu-isu sosial.” Pemimpin UGTT Abid Briki memperingatkan bahwa negosiasi-negosiasi ini ada di dalam kepentingan pemerintah, kalau tidak bisa terjadi “ledakan sosial”. Apa yang benar-benar dibutuhkan oleh pemerintah adalah untuk UGTT menjaga gelombang pemogokan yang sedang tumbuh. Pemimpin-pemimpin UGTT, yang dikepalai oelh Abdesselem Jerad (yang adalah pendukung setia Ben Ali hingga menit terakhir) akan cukup senang untuk memainkan peran tersebut, bila mereka mampu. Jerad tampil di TV nasional meminta anggota-anggotanya untuk bersabar, untuk “menunda” tuntutan-tuntutan mereka, dan terutama, untuk “mengkoordinasikan semua aksi mereka dengan kepemimpinan nasional”. Pada kenyataannya, para pemimpin nasional UGTT tidaklah memimpin gerakan ini, mereka tidak pernah. Briki mengakui bahwa mereka tidak “mengkoordinasi semua pemogokan ini … pemimpin-pemimpin UGTT telah dikejutkan oleh gerakan-gerakan sosiali ini.”
Kepemimpinan UGTT sendiri sedang ditantang, dengan demo-demo reguler di depan markas besarnya di Tunis menuntut demokratisasi serikat buruh dan penyingkiran Jerad dan kawan-kawannya karena kolaborasinya dengan Ben Ali. Di salah satu demonstrasi ini, Jilali Hammami, sekjen pekerja pos menjelaskan: “semua yang terlibat dalam kolaborasi kelas dengan rejim lama, yang telah menjual darah para martis, harus pergi. Kami menuntut sebuah demokrasi serikat buruh yang sejati dan sebuah serikat buruh militan untuk melayani kepentingan kelas buruh. Kami tidak akan membiarkan kekuatan-kekuatan konter-revolusioner mencuri revolusi ini.”
Seorang komentari di sebuah harian bisnis membandingkan situasi di Tunisia dengan Front Popular Prancis dan gelombang pemogokan tahun 1936 di Prancis. “Siapa yang memimpin?” tanyanya. Kesimpulannya adalah bahwa Tunisia membutuhkan seorang Maurice Thorez, pemimpin Stalinis dari Partai Komunis Pracnsi yang “memiliki keberanian untuk menghentikan pemogokan”. Masalahnya bagi kelas penguasa adalah bahwa Thoreznya Tunisia dari bekas partai komunis Ettajdid telah terdiskreditkan sepenuhnya karena kolaborasi mereka dengan Ben Ali. Mereka sebenarnya sekarang adalah bagian darpi pemerintah Gannouchi dan memang sudah menjadi bagiannya dari permulaan. Thorez hanya berguna bagi kelas penguasa bila mereka bisa mengendalikan massa. Ini jelas bukan kasusnya di Tunisia.
Satu bulan setelah penumbangan Ben Ali, revolusi Tunisia baru saja dimulai. Satu-satunya hal yang kurang adalah sebuah kepemimpinan revolusioner dengan sebuah pemahaman jelas akan tugas di depan. Buruh dan kaum muda telah menunjukkan keberanian besar dan mengorbankan 300 dari perwakilan terbaiknya untuk transformasi sosial dan politik yang radikal. Semua pengorbanan ini tidak boleh sia-sia. Proses ini akan menemui pasang naik dan surut, tetapi kontradiksi-kontradiksi fundamental yang menyebabkan revolusi ini tidak akan dapat diselesaikan dalam batasan kapitalisme. Elemen-elemen yang paling maju harus memahami ini dan berdiri teguh di atas sebuah program kekuasaan buruh dan sosialisme internasional, satu-satunya jalan untuk menyelesaikan revolusi Tunisia yang telah dimulai.
Kata-kata dari ibu salah seorang martir di Kasserine merangkum ini semua:
“Kami menyaksikan peristiwa-peristiwa yang terjadi, tetapi bila tidak ada yang benar-benar berubah di dalam kehidupan rakyat di sini – tidak ada kesamarataan, tidak ada kesempatan, tidak ada peluang bekerja, RCD masih berkuasa – kami akan membuat sebuah revolusi yang baru.”
14 Februari 2011